Selasa, 26 April 2011

Landasan Pengembangan Kurikulum

Sebuah bangunan yang tinggi tentu membutuhkan landasan atau fondasi yang kuat agar dapat berdiri tegak, kokoh, dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang kokoh maka pasti akan cepat hancur. Begitu pula dengan pengembangan kurikulum. Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Menurut seorang ahli kurikulum bernama Robert S. Zais (976) kurikulum suatu lembaga pendidikan didasarkan pada lima landasan (foundations). Kurikulum komponen-komponennya terdiri atas tujuan (aims, goals, objectives), isi/bahan (content), aktivitas belajar (learning activities), dan evaluasi (evaluation). Landasan utama dari kurikulum tersebut yaitu landasan filosofis (philosophical assumption), sedangkan landasan yang lainnya yaitu hakikat ilmu pengetahuan (epistemology), masyarakat dan kebudayaan (society and culuture), individu /peserta didik (the individual), dan teori-teori belajar (learning theory). Senada dengan pendapat Robert S. Zais, Ralph W. Tyler (dalam Ornstein dan Hunkins, 1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum.

Landasan Filosofis
Landasan filosofis mengacu pada pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina, dan mengembangkan, kurikulum di sekolah. Dalam pengertian umum, filsafat adalah cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mendalam (Socrates) atau suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-sedalamnya. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Fisafat berupaya mengkaji berbagai masalah yang ddihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Menurut Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya. Ketiga system filsafat tersebut, yaitu idealisme, realisme, dan pragmatisme.
Bidang telaahan filsafat awalnya mempersoalkan siapa manusia itu. Kajian terhadap persoalan ini menelusuri hakikat manusia sehingga muncul beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religi, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya. Dari telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar salah (logika), hakikat baik buruk (etika), dan hakikat indah jelek (estetika).
Filsafat akan menentukan arah kemana siswa dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing kearah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Falsafah yang dianut oleh suatu negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di negara tersebut. Dengan demikian, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan negara lainnya, disesuaikan dengan falsafah yang dianut oleh negara-negara tersebut. Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat pernyataan-pernyataan (statements) mengenai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa selaras dengan sistem nilai dan filsafat yang dianut.

Berkaitan dengan tujuan pendidikan ini, terdapat beberapa pendapat yang bias dijadikan bahan kajian banding. Hebbert Spencer (dalam Nasution, 1982) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan itu harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Self preservation, mengacu pada kemampuan individu untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan sehat, mencegah penyakit, hidup teratur, dan lain-lain.
2. Securing the necessities of life, mengacu pada kemampuan individu untuk sanggup mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan suatu pekerjaan.
3. Rearing of family, mengacu pada kemampuan menjadi orang tua yang sanggup bertanggung jawab atas pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluarganya.
4. Maintaining proper social and political relationship, mengacu kepada kemampuan individu sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara.
5. Enjoying leisure time, mengacu pada kemampuan individu untuk memanfaatkan waktu senggangnya dengan memilih kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menambah kenikmatan dan kegairahan hidup.

The United States Office of Education pada tahun 1918 (dalam Nasution 1982) telah mencanangkan tujuan pendidikan melalui Seven Cardinal Principles yang memuat hal-hal berikut,
1. Health, dalam hal ini sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid-murid.
2. Command of fundamental processes, yang mengacu pada penguasaan kecakapan pokok yang fundamental, seperti menulis, membaca, dan berhitung.
3. Worthly home membership, dalam hal ini sekolah dituntut untuk mendidik anak-anak menjadi anggota keluarga yang berharga sehingga berguna bagi masyarakat.
4. Vocational efficiency, mengacu pada efisiensi dalam pekerjaan sehingga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat dicapai hasil yang sebesar-besarnya.
5. Citizenship, dalam hal ini sekolah dituntut untuk melakukan usaha menggembleng bermacam-macam bangsa yang ada di negara itu menjadi bangsa yang kompak.
6. Worthy use of leisure,  mengacu pada kemampuan memanfaatkan dengan baik waktu senggang yang senantiasa bertambah panjang berhubungan dengan industrialisasi yang lebih sempurna.
7. Satisfaction of religious needs, yaitu pemuasan kehidupan keagamaan.

Tujuan pendidikan yang diuraikan di atas adalah tujuan pendidikan yang dikembangkan di Amerika Serikat. Tujuan pendidikan di Indonesia tertuang dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengambangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena tujuan pendidikan itu sangat diwarnai oleh falsafah/pandangan hidup yang dianut suatu bangsa maka kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut. Hal ini, sudah jelas menunjukkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Bila suatu negara mengalami perubahan dalam hal pandangan hidupnya maka hal itu juga secara langsung mempengaruhi kurikulum yang ada.
Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut sangat berorientasi kepada kepentingan politik kerajaan Belanda saat itu. Begitu pula pada saat penjajahan Jepang, kurikulum yang ada berpijak pada filsafat yang dianut negara Matahari Terbit itu. Pada masa orde baru, garapan pendidikan nasional khususnya kurikulum pendidikan  disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan serta filsafat yang dianut bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Landasan Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan.
1.Perkembangan Siswa dan Kurikulum
Anak sejak lahir sudah memperlihatkan keunikan-keunikan seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J Rosseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu itu adalah baik dari tangan Tuhan, akan tetapi menjadi rusak karena tangan manusia. Ia percaya bahwa anak harus belajar dari pengalaman langsung.
Pendapat lain mengatakan bahwa anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Hal ini bertentangan dengan pandangan Rosseau.
Selain kedua pandangan itu, ada juga yang berpandangan bahwa perkembangan anak merupakan perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya William Stern. Pandangan terakhir dikembangkan oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan.
Implikasi terhadap perkembangan kurikulum yaitu:
- Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakatnya, minat, dan kebutuhannya.
- Di samping menyediakan pelajaran yang sifatnya umum yang wajib dipelajari anak, sekolah menyediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
- Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan/keterampilan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik.
- Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
2.Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar berkaitan dengan bagaimana individu/siswa belajar. Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku naik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu teori disiplin mental atau teori daya (faculty theory), teori behaviorisme, dan teori organismik atau cognitive gestalt field.
Pengertian mengajar menurut teori daya adalah melatih siswa dalam daya-daya tersebut. Cara mempelajarinya pada umumnya melalui hafalan dan latihan.
Menurut teori gestalt, peran guru yaitu sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, dan siswa berperan sebagai pengolah bahan pelajaran. Teori ini banyak mempengarui praktik pelaksanaan kurikulum di sekolah, prinsipnya adalah,
a. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
b. Belajar adalah pembentukan kepribadian
c. Belajar berkat pemahaman
d. Belajar berdasarkan pengalaman
e. Belajar adalah suatu proses perkembangan
f. Belajar adalah proses berkesinambungan
g. Belajar akan lebihh berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian,dan kebutuhan siswa.

Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
1. Kurikulum dan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisasi yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaanya. Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus sesuai dengan kondisi masyarakat setempat sehingga hasil belajar yang dicapai siswa akan lebih bermakna dalam hidupnya.
2. Kurikulum dan Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya merupakan pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga hal,
a. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, dan peraturan.
b. Kegiatan
c. Benda hasil karya manusia.
Sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para siswa dengan salah satu alat yang disebut kurikulum. Kurikulum pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, dalam mengembangkan suatu kurikulum guru perlu memahami kebudayaan.
3. Kurikulum dan Perkembangan Iptek
Pengaruh iptek cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, keamanan, dan pendidikan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat ini maka kurikulum harus berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sumber: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran oleh Asep Herry Hernawan, dkk.


1 komentar: